teguhtriwiyanto

just another teguh triwiyanto weblog

Persoalan-Persoalan Audit Manajemen di Perguruan Tinggi

Teguh Triwiyanto Universitas Negeri Malang (UM). Terdapat istilah Value for Money (VFM) dalam pengelolaan organisasi sektor publik, yang berdasarkan tiga elemen atau aspek utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (Chambers dan Rand, 1997; dan Bourn, 2007). Konsep ekonomi, efisiensi, dan efektivitas terkait dengan tahapan input, proses, dan output dalam pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam konteks perguruan tinggi (lebih luas lagi pendidikan) terdapat  tiga elemen atau aspek utama pengelolaan pendidikan, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pendidikan.


Tiga elemen atau aspek utama tersebut dalam organisasi, termasuk dalam pendidikan, kemudian sering disebut dengan istilah audit manajemen (management audit) atau audit kinerja (performance audit) dan disamakan dengan audit operasional (operational audit) karena manajemen yang melaksanakan kegiatan operasi organisasi yang menentukan kinerja organisasi. Audit manajemen bertujuan memberikan penilaian terhadap kinerja organisasi dengan memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas kegiatan operasi organisasi (Wijatno, 2009:273)

Konsep di atas saat ini menjadi kajian yang menarik dalam pengelolaan PT. Sejalan dengan istilah VFM di atas, Nizam (2012:3) menyatakan bahwa isu strategis pendanaan pendidikan saat ini antara lain: (1) sistem pendanaan yang berkeadilan; (2) perimbangan peran pemerintah, masyarakat (peserta didik), dan pengguna; (3) efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pendanaan; (4) alternatif sumber-sumber pendanaan non-konvensional belum digali (endowment, asuransi, loan, asosiasi profesi, luar negeri, dan sebagainya); dan (5) perlindungan bagi yang tidak mampu secara finansial. Isu strategis tersebut kejar mengejar dengan kompetisi antar perguruan tinggi yang semakin ketat.

Kompetisi yang terjadi sekarang bukan saja antara PT di Indonesia melainkan dengan institusi pendidikan dari luar negeri yang tentu saja memiliki implikasi luas. Salah satu implikasi dari hilangnya batas-batas negara (internasionalization) PT yaitu ditakutkan akan memangkas akses pendidikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kondisi tersebut akan mendorong terjadinya kesenjangan sosial karena pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan tidak terjadi, walaupun sejak awal pemerintah berargumentasi bahwa akan ada pemberlakuan berbeda antara strata ekonomi. Ketakutan masyarakat tidak mendapatkan mutu pendidikan yang memadai juga beralasan, sebab mutu PT asing dianggap lebih baik. Triwiyanto (2010:34) menyatakan bahwa alasan-alasan itu menjadikan stigma bahwa pendidikan bermutu hanya untuk kalangan dengan strata ekonomi atas dan sebaliknya bagi masyarakat dengan strata ekonomi menengah ke bawah, biarpun begitu pendidikan tetap menjadi magnet bagi masyarakat.

Alih-alih mutu PT semakin baik, persoalan pengelolaan PT di Indonesia bahkan terus mencuat sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan secara keseluruhan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. MK tidak sepakat dengan penyeragaman bentuk badan hukum penyelenggara pendidikan seperti yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2009 (Kompas, 1 April 2010). Implikasi putusan tersebut merembes sampai pada manajemen PT (Suharizal, 2010:3). Setelah putusan tersebut pemerintah mengajukan RUU PT, akan tetapi penolakan terhadap UU PT ini terus berlanjut, bahkan setelah RUU PT disyahkan oleh DPR (Kompas, 19 Juli 2012).

Selain persoalan undang-undang mengenai PT yang terus menuai kontroversi tersebut, kajian terkait  PT yang perlu ditindaklanjuti yaitu bahwa perlu kebersamaan pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat tingkat pencapaian sasaran PT.  Hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011:31) mengenai strategi pendanaan PT menunjukkan bahwa: (1) dana pemerintah, dana masyarakat, dan dana bantuan dan kerjasama berpengaruh terhadap tingkat pencapaian sasaran PT secara bersamaan; (2) dana pemerintah, dana masyarakat, dan dana bantuan dan kerjasama memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat pencapaian sasaran PT; (3) jika dana pemerintah dinaikkan sebesar 1%  akan memberikan kontribusi sebesar 0.940375% terhadap tingkat pencapaian sasaran PT; (4) jika dana masyarakat  dinaikkan sebesar 1%  akan memberikan kontribusi sebesar 0.828004%  terhadap tingkat pencapaian sasaran PT; dan (5) jika dana bantuan dan kerjasama  naik sebesar 1%  akan memberikan kontribusi sebesar 0.725536% terhadap tingkat pencapaian sasaran PT.

Seperti dikemukakan di awal bahwa pendidikan dalam pengelolaannya termasuk dalam organisasi sektor publik . Oleh karena itu pelayanan pendidikan dikategorikan sebagai bentuk pelayanan jasa, dari lembaga pendidikan kepada peserta didik, orang tua, masyarakat dan lembaga pemakai lulusannya. Bentuk pelayanan jasa tersebut membutuhkan pendekatan yang manusiawi. Jika diaplikasikan pada PT, maka mutu  manajemen PT dapat diukur melalui dua sisi yaitu sisi kuantitas pendidikan dan kualitas pendidikan di sisi lainnya. Kuantitas pendidikan dapat dilihat misalnya melalui pengukuran kinerja input pendidikan, seperti pendidik, peserta didik, buku, alat, biaya rutin fisik dan lain-lain. Sementara kualitas pendidikan dapat dilihat melalui pengukuran kinerja berupa tingkat pencapaian, hasil belajar, sikap, tingkah laku, dan persamaan.
Audit manajemen merupakan bagian dari sistem pengukuran kinerja untuk mengendalikan aktivitas PT. Pengukuran kinerja merupakan bagian dari fungsi pengendalian manajemen PT karena pengukuran kinerja dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas. Mahmudi (2007:58) mengatakan bahwa setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitasnya. Ekonomi, efisiensi, dan efektivitas tersebut merupakan dasar untuk melakukan penilaian kinerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persoalan-persoalan audit manajemen di perguruan tinggi. Identifikasi persoalan-persoalan tersebut dilihat dari model produktivitas manajemen perguruan tinggi yang memiliki nilai-nilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Jadi secara khusus penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persoalan-persoalan audit manajemen perguruan tinggi pada aspek: (1) ekonomi pendidikan; (2) efisiensi pendidikan; dan (3) efektivitas pendidikan.
Ekonomi pendidikan merupakan salah satu cabang dari ilmu ekonomi (Blaug, 1970, 1985; Woodhal, 1985), yang selain berusaha menghubungkan antara pendidikan dan ekonomi pada masa awal perkembangannya di tahun 1960 (Schultz, in Karabel and Halsey, 1977), sekarang telah berkembang menjadi penerapan prinsip-prinsip ekonomi untuk menganalisis kegiatan pendidikan (Woodhall, 1985; Cohn, 1979).

Sama seperti kegiatan ekonomi lainnya konsep efisiensi pendidikan juga memperhitungkan biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut income forgone, yaitu potensi pendapatan bagi siswa selama ia mengikuti penyelesaian pendidikan. Karena itu konsep efisiensi pendidikan lebih kompleks dari sekedar keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari berbagai jenis dan sifatnya. Biaya itu tidak sekedar berbentuk uang tetapi juga biaya kesempatan (Nurhadi:1988:56).

Efektivitas pendidikan merupakan indikator keberhasilan suatu organisasai pendidikan dalam mencapai tujuannya. Namun, efektivitas tidak memperhatikan biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan oragnisasi pendidikan tersebut. Berapa pun biaya yang telah dikeluarkan suatu lembaga pendidikan jika mencapai tujuannya, maka dikatakan efektif. Wijatno (2009:279) menekankan, bahwa hal yang perlu diperhatikan bahwa ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pendidikan harus saling berhubungan dan bergantungan agar tidak berdiri sendiri karena akan menyebabkan tidak tercapai ketiganya (ekonomis, efisiensi, dan efektivitas) secara keseluruhan. Sebuah lembaga pendidikan mungkin saja ekonomis, tetapi tidak efektif; atau sebaliknya, menjadi efektif, tetapi tidak ekonomis sehingga kinerja dan tujuan pendidikan secara keseluruhan sebenarnya tidak tercapai.

Penelitian ini menggunakan desain kualitatif melalui pendekatan  studi kasus (case studies). Lokasi penelitian berada di salah satu universitas negeri di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan model audit operasional untuk meningkatkan kinerja di perguruan tinggi. Tahap awal berupaya mengidentifikasi persoalan-persoalan. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan rangkaian hibah bersaing Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan studi kasus dengan desain kualitatif, maka kehadiran peneliti di tengah latar penelitian merupakan suatu keharusan, karena peneliti dalam sebuah penelitian kualitatif merupakan instrumen kunci untuk menangkap makna, sekaligus sebagai alat pengumpulan data, dalam hal ini peneliti akan semaksimal mungkin terjun langsung mengumpulkan data yang diinginkan. Jenis data yang digunakan dalam mengumpulkan data peneliti berhubungan langsung dengan sumbernya, seperti mengadakan wawancara, mengamati, mendengarkan, menafsirkan, dan menganalisa. Disamping itu agar lebih maksimal dalam pengumpulan data peneliti juga mencari data-data penting, seperti dokumen-dokumen, catatan-catatan,  dan arsip-arsip.

Analisis data yang digunakan peneliti yaitu analisis nonstatistik, karena data-data yang diperoleh yaitu data yang berupa deskriptif. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan serta diolah untuk mengembangkan model deskripsi yang merangkum semua fenomena. Peneliti berusaha melukiskan dan menafsirkan data yang ada, sehingga pekerjaan penulis hanyalah menjelaskan proses yang terjadi, menyatakan baik atau tidak, menjelaskan keunggulan dan kelemahannya, dan sesuai atau tidaknya proses yang dilakukan dengan prinsip-prinsip umum yang berlaku.

Persoalan Audit Manajemen PT
Pesoalan-persoalan audit manajemen perguruan tinggi pada aspek ekonomi pendidikan yang dapat diidentifikasi yaitu (1) kurang optimalnya perguruan tiggi dalam mendeskripsikan, mengelompokkan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala-gejala yang berkembang dalam dunia pendidikan. Istilah normatif yang sering digunakan yaitu bahwa PT kurang optimal dalam memberikan standar pengelolaannya dan upaya meningkatkan kinerjanya dengan cara mengalokasikan kembali sumber daya yang ada; (2) jumlah investasi pendidikan masih merupakan standar kunci pembangunan perguruan tinggi, bukan penggunaannya. PT kurang menyatukan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru ke dalam kemajuannya, padahal itu semua menentukan kecepatan kemajuan pendidikan. Implikasi kecepatan kemajuan tersebut merupakan sumbangan yang diberikan oleh PT terhadap perkembangan ekonomi, sebab dari perguruan tinggi keluarnya pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru itu; dan (3) komponen biaya pendidikan yang selama ini diketahui memiliki kontribusi terhadap mutu proses dan mutu hasil belajar yaitu gaji/kesejahteraan, biaya pembinaan profesional, biaya pengadaan bahan pelajaran, biaya pembinaan mahasiswa, dan biaya pengelolaan sering berbenturan dengan pertanyaan siapa yang membiayai pendidikan? Tarik ulur alokasi tersebut mengandung makna bahwa setiap penggunaan sumber daya, memerlukan suatu pemilihan yang cermat dari sekelompok kemungkinan pilihan yang terbatas. Apabila salah satu alternatif dipilih, maka kemungkinan alternatif berharga yang lain harus dilepas, dan hal ini mengandung “oportunity cost”.
Pesoalan-persoalan yang dapat diidentifikasi dari audit manajemen perguruan tinggi pada aspek efisiensi pendidikan yaitu: (1) usaha untuk menekan seminimal mungkin biaya input dalam rangka menghasilkan suatu produk yang telah ditetapkan menemui berbagai kendala. Artinya, perguruan tinggi kurang memperlihatkan sistem yang efisien, ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan (resources input). Efisiensi dalam proses pendidikan akan dicapai apabila produk pendidikan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan biaya input yang minimal, atau produk pendidikan yang diperoleh secara maksimal didapat dengan biaya (input) yang telah ditetapkan; (2) perguruan tinggi menghadapi suatu persoalan untuk memperkuat tingkat kualitas yaitu mendayagunakan sumber-sumber seoptimal mungkin untuk menghasilkan keluaran yang sebesar-besarnya; (3) persoalan lainnya yaitu  lemahnya  allocative efficiency, terutama menyangkut pendayagunaan atau alokasi sumber-sumber pendidikan (sarana dan prasarana seoptimal mungkin dengan jalan menghindari pemborosan); dan (4) faktor-faktor terjadinya inefisiensi di perguruan tinggi kurang dianalisis secara mendalam, semestinya hasil analisisi tersebut dapat digunakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya inefisiensi tersebut.

Identifikasi persoalan-persoalan audit manajemen perguruan tinggi pada aspek efektivitas pendidikan yaitu: (1) selama ini perguruan tinggi kurang mengukur sejauh mana suatu proses pendidikannya dapat menghasilkan sesuatu produk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (evaluasi). Produk yang dimaksud dalam artian satuan unit produksi, kualitas layanan, atau equavalensinya dengan uang, atau kombinasi dari ketiganya; dan (2) jika PT memperolah output sesuai yang diharapkan sehingga mencapai target yang telah ditetapkan dan tujuan PT tercapai, maka PT telah efektif melakukan kegiatan operasinya. Persoalan yang dapat diidentifikasi yaitu bahwa data-data mengenai output, target, dan tujuan PT sering kali sulit untuk didapatkan.

Aspek-Aspek Audit Manajemen PT
Persoalan yang tampak pada audit manajemen dari aspek ekonomi pendidikan di perguruan tinggi salah satunya yaitu kurang optimal dalam mendeskripsikan, mengelompokkan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala-gejala yang berkembang dalam dunia pendidikan. Bahwa PT kurang optimal dalam memberikan standar pengelolaannya dan upaya meningkatkan kinerjanya dengan cara mengalokasikan kembali sumber daya yang ada. Artinya, perguruan tinggi perlu kembali mengkaji ulangan konsep tujuan manajemen pendidikannya (standar pengelolaan).

Agar suatu standar pengelolaan dapat menggambarkan suatu kondisi dari suatu sistem, maka standar tersebut harus diletakkan dalam konteks tertentu, hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (a) suatu standar dapat diperbandingkan dengan suatu “standar” atau “kriteria” ideal tertentu (criterion referenced comparison); (b) suatu standar dapat dibandingkan dengan dirinya sendiri sepanjang waktu (self-referenced comparison), dengan demikian kita dapat melihat bagaimana perkembangan dari “state of health” dari sistem pendidikan tersebut; (c) standar dapat pula dibandingkan antar daerah atau antar negara (norm-referenced comparison); dan (d) cara lainnya dengan membandingkan dengan standar lainnya.

Standar pengelolaan tersebut juga dapat diejawahtahkan dalam manajemen pendidikannya. Sutapa dan Andriani (2012: 17) menyatakan bawah tujuan manajemen pendidikan yaitu peningkatan efektivitas, efisiensi, pemerataan, keadilan, dan keberlangsungan (survival). Efektivitas berarti ketepatan program/kegiatan pendidikan dengan tujuan yang hendak dicapai; efisiensi berarti kemampuan menggunakan sumberdaya pendidikan yang terbatas untuk memperoleh hasil pendidikan yang maksimal; pemerataan berarti perwujudan kesempatan yang kuas bagi setiap individu (warga negara) untuk memperoleh pendidikan; keadilan berarti kemampuan pendidikan memberikan layanan yang memadai kepada setiap individu sesuai dengan hak dan kewajibannya; dan keberlangsungan berarti manajemen pendidikan ditujukan untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan/proses pendidikan baik secara individual maupun institusional.
Persoalan audit manajemen di atas sebenarnya tidak dibiarkan begitu saja oleh para pimpinan PT. Hasil penelitian Sasongko (2011:177) menunjukan hal tersebut, bahwa ada keinginan besar dari para pimpinan PT untuk mengembangkan sumber daya manusia baik dari kalangan dosen, karyawan, maupun kalangan mahasiswa. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa untuk mengembangkan PT masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi yaitu: (1) biaya pengembangan sistem dan pengadaan infastruktur yang tinggi tidak mendapatkan solusi saat dihadapkan dengan kebutuhan dan regulasi; (2) sinergi yang lemah pada bagian di PT, kerangka pikir pada setiap tingkatan manajemen PT belum saling bersinergi; dan (3) tenaga ahli dan teknisi yang handal kurang.

Tampaknya temuan mengenai kendala-kendala yang dihadapi PT di atas masih terpaku pada pola berfikir konvensional, bahwa pimpinan PT memang masih menjadi salah satu pemantik munculnya persoalan klasik manajemen PT. Padahal seperti temuan dalam penelitian ini jelas bahwa jumlah investasi pendidikan masih merupakan standar kunci pembangunan perguruan tinggi, bukan penggunaannya. Sejalan dengan penemuan ini yaitu kesimpulan penelitian Nirmalawati (2009:122) bahwa: (1)  makin tingginya akuntabilitas PT atau makin kuatnya komitmen dosen, diikuti makin meningkatnya kinerja PT dalam pelaksanaan jaminan mutu pada PT; dan (2) makin baik kapabilitas kepemimpinan atau makin kuat komitmen dosen diikuti peningkatan akuntabilitas PT.

Jadi manajemen dan pimpinan PT selama ini kurang menyatukan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru ke dalam kemajuannya, padahal itu semua menentukan kecepatan kemajuan pendidikan. Implikasi kecepatan kemajuan tersebut merupakan sumbangan yang diberikan oleh PT terhadap perkembangan ekonomi, sebab dari perguruan tinggi keluarnya pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru itu.

Bappenas yang melakukan penelitian pada aspek pendanaan PT menemukan beberapa kesimpulan. Kesimpulan kajian Bappenas (2011:35) mengenai strategi pendanaan PT memperlihatkan bahwa: (1) pengelolaan aset dan dana baik dana abadi maupun dana PT belum terlaksana dengan baik. Pengelolaan ini bertujuan sebagai pendanaan alternatif guna memperlancar proses pembelajaran; (2) sistem akutansi PT belum tersedia secara merata, kecuali sistem akutansi PT BHMN. Hal ini berguna untuk menghindari dan mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam masalah keuangan; dan (3) dana PT bagi pengadaan, fasilitas, dan pengembangan infrastruktur masih terbatas.

Manajemen dan pimpinan PT dari hasil temuan penelitian memperlihatkan tarik ulur alokasi pendanaan pendidikan, hal ini  mengandung makna bahwa setiap penggunaan sumber daya, memerlukan suatu pemilihan yang cermat dari sekelompok kemungkinan pilihan yang terbatas. Apabila salah satu alternatif dipilih, maka kemungkinan alternatif berharga yang lain harus dilepas, dan hal ini mengandung “oportunity cost”.

Peluang lebih baik untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dapat melalui tingkatan manajemen PT terkecil yaitu program studi. Simpulan hasil penelitian Sukrisno (2011:86) menyatakan bahwa langkah-langkah atau penetapan mutu pelayanan akademik dilakukan melalui penetapan dimensi-dimensinya. Langkah pertama melakukan penetapan visi program studi berdasarkan visi lembaga; langkah kedua mengembangkan visi program studi menjadi standar setiap butir mutu; langkah ketiga, penetapan dimensi mutu pelayanan akademik. Dimensi mutu pelayanan akademik meliputi dimensi fisik (tangibles), dimensi keandalan (reliability), dimensi daya tangkap atau perhatian (responsiveness), dimensi jaminan (assurance), dan dimensi empati (empaty).

Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat agenda yang dapat dilakukan PT untuk memperbaiki aspek ekonomi pendididikannya. Agenda-agenda perbaikan tersebut antara lain: (1) penyatuan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru untuk kemajuan PT; (2) pengelolaan aset dan dana baik dana abadi maupun dana PT dilakukan dengan baik; (3) penggunanaan sistem akutansi PT yang baik; dan (4) mengoptimalkan penggunaan sumber daya melalui tingkatan manajemen PT terkecil yaitu program studi.

Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi kurang memperlihatkan sistem yang efisien, ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan (resources input). Efisiensi pendidikan menggambarkan hubungan antara input dan output, atau antara masukan dan keluaran. Suatu sistem yang efisien ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan (resources input). Efisiensi pendidikan artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber – sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi.

Efisiensi dalam proses pendidikan akan dicapai apabila produk pendidikan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan biaya input yang minimal, atau produk pendidikan yang diperoleh secara maksimal didapat dengan biaya (input) yang telah ditetapkan. Proses pendidikan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: (1) sebagai barang konsumsi ia menghasilkan output; dan (2) sebagai barang investasi ia menghasilkan outcomes.

Pendidikan oleh Wahono (2000:2) secara lugas dikatakan, bahwa sebenarnya adalah wahana atau alat saja. Sebagai alat, pendidikan diabdikan kepada sebuah atau beberapa tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan misi. Di sinilah terjadi medan perebutan pengaruh dari berbagai kekuatan lengkap dengan ideologinya (O’neil, 4: 2002). Kekuatan dan ideologi ini terjelma dalam sistem ekonomi pendidikan. Sistem ekonomi pendidikan ini berkaitan dengan sistem pembiayaan pendidikan. Sistem pembiayaan pendidikan yang terwujud dalam alokasi komponen pembiayaan pendidikan idealnya mencerminkan visi dan misi lembaga pendidikan.

Sejalan dengan alinea di atas, temuan dalam penelitian ini juga memperlihatkan bahwa alokasi komponen pembiayaan masih menjadi persoalan  manajemen PT, yaitu  lemahnya  allocative efficiency, terutama menyangkut pendayagunaan atau alokasi sumber-sumber pendidikan (sarana dan prasarana seoptimal mungkin dengan jalan menghindari pemborosan). Tampak kurang ada penjaminan mutu manajemen PT ini. Padahal semakin tinggi kinerja tim, diikuti makin efektif sistem penjaminan mutu perguruan tinggi (Sukrisno, 2010:29). Artinya, kinerja tim PT selama ini masih rendah, dengan demikian diikuti kurang efektifnya sistem penjaminan mutunya.

Tingkat efisiensi pendidikan akan semakin tinggi jika biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan output semakin kecil. Untuk menekan biaya seminimal mungkin dibutuhkan efisiensi biaya pada saat proses pendidikan.  Dampak yang timbul dalam proses pendidikan merupakan salah satu indikator untuk menghitung efisiensi pendidikan. Analisis sistem pendidikan (input, proses dan output) dapat dilakukan dengan  menghitung tingkat efisiensi pendidikan dan dapat pula dilakukan antar sistem tersebut. Analisis efisiensi pendidikan tersebut dapat digunakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya inefisiensi pendidikan.

Tampaknya PT lemah dalam memanfaatkan analisis  sistem pendidikan untuk   menghitung tingkat efisiensi pendidikan ini. Temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor terjadinya inefisiensi di perguruan tinggi kurang dianalisis secara mendalam, padahal semestinya hasil analisisi tersebut dapat digunakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya inefisiensi tersebut.  Sebab-sebab timbulnya inefisiensi pendidikan dapat ditimbulkan oleh beberapa hal. Haryono (1994:56) menyebutkan bahwa inefisiensi pendidikan disebabkan antara lain oleh faktor; kurikulum yang tidak tepat, peserta didik yang kurang gizi, para pendidik yang tidak memenuhi syarat, dan juga lingkungan pendidikan yang tidak mendukung. Akan tetapi, penyebab utamanya adalah masalah sosial ekonomi.

Sementara itu temuan hasil penelitian Srinade (2009:28) menyatakan bahwa peningkatan kualitas pembelajaran dosen merupakan kemutlakan yang diperlukan dalam peningkatan mutu PT. Skala prioritas perbaikan mutu tersebut terletak pada faktor kepastian (assurance) yang terlebih dahulu harus ditingkatkan, karena memberi pengaruh dominan dalam menentukan mutu pembelajaran.

Berdasarkan kajian di atas, maka PT memerlukan beberapa perbaikan untuk meningkatkan efisiensi pendidikannya. Perbaikan-perbaikan tersebut dapat dilakukan antara lain: (1) perlunya disusun kurikulum yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pengetahuan, dan teknologi; (2) perlunya memperhatikan asupan gizi yang baik dan layanan kesehatan memadai untuk mahasiswa; (3) meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; (4) lingkungan pendidikan yang mendukung; (5) pengelolaan masalah sosial dan ekonomi secara baik; dan (6) faktor kepastian (assurance) dalam menentukan mutu pembelajaran harus ditingkatkan.

Persoalan audit manajemen perguruan tinggi pada aspek efektivitas pendidikan salah satunya yaitu bahwa selama ini perguruan tinggi kurang mengukur sejauh mana suatu proses pendidikannya dapat menghasilkan sesuatu produk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (evaluasi). Analisis efektivitas pendidikan di PT memang memiliki kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas ini berupa unit analisis yang digunakan sebagai alat ukurnya. Jika pada penelitian-penelitian sebelumnya, pada tingkat sekolah dasar, peneliti menggunakan perbedaan kota dengan desa (McMahon:2001 dan Fattah:2002), lembaga pendidikan keterampilan di daerah kota dengan desa (Ruwiyanto:1994), dan dampak pendidikan vokasional (Nurhadi:1988), sementara di PT variasi komponen efektivitasnya menjadi beragam. Misalnya, untuk menentukan efektivitas pendidikan di suatu PT akan dijumpai beragamnya jenjang pendidikan yang ada (S0, S1, S2 sampai S3). Pendidikan tambahan atau profesi juga kerap dijumpai dalam penyelenggaraan PT. Temuan mengenai efektivitas pendidikan ini memperkuat pernyataan di atas, yaitu bahwa data-data mengenai output, target, dan tujuan PT sering kali sulit untuk didapatkan.

Simpulan
Pesoalan-persoalan yang dapat diidentifikasi dari audit manajemen perguruan tinggi pada aspek ekonomi pendidikan yaitu (1) kurang optimalnya PT dalam mendeskripsikan, mengelompokkan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala-gejala yang berkembang dalam dunia pendidikan; (2) jumlah investasi pendidikan masih merupakan standar kunci pembangunan perguruan tinggi, bukan penggunaannya; dan (3) terjadinya tarik ulur alokasi pembiayaan pendidikan mengandung makna bahwa setiap penggunaan sumber daya, memerlukan suatu pemilihan yang cermat dari sekelompok kemungkinan pilihan yang terbatas.

Pesoalan-persoalan aspek efisiensi pendidikan yaitu: (1) usaha untuk menekan seminimal mungkin biaya input dalam rangka menghasilkan suatu produk yang telah ditetapkan menemui berbagai kendala; (2) perguruan tinggi menghadapi suatu persoalan untuk memperkuat tingkat kualitas yaitu mendayagunakan sumber-sumber seoptimal mungkin untuk menghasilkan keluaran yang sebesar-besarnya; (3) persoalan lainnya yaitu  lemahnya  allocative efficiency, terutama menyangkut pendayagunaan atau alokasi sumber-sumber pendidikan (sarana dan prasarana seoptimal mungkin dengan jalan menghindari pemborosan); dan (4) faktor-faktor terjadinya inefisiensi di perguruan tinggi kurang dianalisis secara mendalam, semestinya hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya inefisiensi tersebut. 

Persoalan-persoalan audit manajemen perguruan tinggi pada aspek efektivitas pendidikan yaitu: (1) selama ini perguruan tinggi kurang mengukur sejauh mana suatu proses pendidikannya dapat menghasilkan sesuatu produk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (evaluasi); dan (2) data-data mengenai output, target, dan tujuan PT sering kali sulit untuk didapatkan.

Saran
Manajemen dan pimpinan PT yang selama ini kurang menyatukan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru ke dalam kemajuannya, padahal itu semua menentukan kecepatan kemajuan pendidikan. Saran dari temuan tersebut yaitu manajemen dan pimpinan PT perlu menyatukan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru ke dalam kemajuannya,  kecepatan kemajuan tersebut merupakan sumbangan yang diberikan oleh PT terhadap perkembangan ekonomi, sebab dari perguruan tinggi keluarnya pengetahuan, metode, dan teknik-teknik baru itu.

Selain itu karena PT kurang optimal dalam memberikan standar pengelolaannya dan upaya meningkatkan kinerjanya dengan cara mengalokasikan kembali sumber daya yang ada,  maka PT perlu kembali mengkaji ulangan konsep tujuan manajemen pendidikannya (standar pengelolaan). Perguruan tinggi perlu melakukan analisis secara mendalam mengenai inefisiensi pendidikan, hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya inefisiensi tersebut. 

Daftar Rujukan
Bappenas. 2011. Kajian Strategi Pendanaan Pendidikan Tinggi. Jakarta:  Bappenas.
Blaug, M. 1972. An Introduction to the Economics of Education. London: Penguin Books.
Bourn, S.J. 2007. Public Sector Auditing: Is It Value for Money? John Wiley & Sons Ltd.
Chambers, A & Rand,G. 1997. The Operational Auditing Handbook: Auditing Business Processes. A Ronald Press Press Publications: John Wiley & Sons.
Cohn, E. 1978. The economics of education. Revised Edition, Cambridge: Mass Ballinger Publising Co.
Coombs, H. P dan Manzoor, A. 1980. Memerangi kemiskinan di pedesaan melalui pendidikan non-formal. Jakarta: YIIS.
Coombs, H. P. and Hallak, J. 1987. Cost analysis in education a toll for policy and planning, Baltimore and London: The John Hopkins University Press.
Fattah, N. 2002. Ekonomi dan pembiayaan pendidikan. Bandung: Remaja  Rosdakarya.
Haryono, K. 1994. Efisiensi internal STM Program Studi Mekanik Umum tahun ajaran 1987/1988-1991/1992 di Propinsi Jawa Tengah. Tesis, tidak diterbitkan,  PPS IKIP Jakarta di Yogyakarta.
Kompas, 19 Juli 2012. APTISI Tolak Pengesahan RUU PT.
Kompas. 1 April 2010. UU Badan Hukum Pendidikan Dibatalkan.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
McMahon, W. Walter, dkk.2001. Memperbaiki keuangan pendidikan di Indonesia. Jakarta: Balitbang Depdiknas-Unicef.
Nirmalawati. 2009. Hubungan anatara Kapabilitas Kepemimpinan, Kompetensi Dosen, Komitmen Dosen, dam Akuntabilitas Lembaga dengan Kinerja Lembaga dalam Pelaksanaan Penjaminan Mutu pada Universitas Negeri di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 16 Nomor 2 Oktober 2009: 116-124.
Nizam. 2012. Pendanaan Pendidikan Tinggi. Makalah disampaikan pada Seminar Internasional ICEMAL di Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Malang pada tanggal 4 -6 Juli 2012.
Nurhadi, M.A.1988. The effects of schooling factors on personal earnings within the context of the internal labor market in P.T. Petrokimia Gresik (Persero) Indonesia, (A Dessertation, State University of New York at Albani, 1988).
O’neil, F. W.2002. Ideologi-ideologi pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ruwiyanto, W. 1994. Peranan pendidikan dalam pengentasan masyarakat miskin pendekatan analisis organisasi secara kuantitatif. Jakarta, RajaGrafindo Persada.
Sasongko. T. 2011. Pola Sistem Informasi Manajemen Bidang Akademik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 18 Nomor 2 Oktober 2011: 169-179.
Srinade, I.G.A.D. 2009. Faktor-Faktor Penentu Kualitas Pembelajaran Dosen: Studi Kasus Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 16 Nomor 1 April 2009: 20-28.
Suharizal. 2010. Formulasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan Pencarian Bentuk  dan Batasan Pengaturan. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 10 No. 3 September 2010: 231-239.
Sukrisno, H. 2010. Hubungan antara Responsibilitas Manajemen, Akuntabilitas Mutu Layanan, Budaya Mutu, Pembelajaran Organisasi, Kinerja Tim dengan Keefektifan Sistem Penjaminan Mutu pada Universitas Swasta di Surabaya. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 17 Nomor 1 April 2010: 23-31.
Sukrisno, H. 2011. Akuntabilitas Mutu Pelayanan Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 18 Nomor 1 April 2011: 81-89.
Sutapa, M. dan Andriani, E. 2012. Studi Manajemen Pendidikan: Kajian Teoritik dan Praktik dalam Nurul Ulfatin, dkk (Eds.) Penguatan Manajemen Pendidikan Nasional untuk Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Mutu, Relevansi, Kesetaraan & Kepastian dalam Memperoleh Layanan Pendidikan di Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Triwiyanto,T. 2010. Efisiensi Pembiayaan Perguruan Tinggi. Jurnal Manajemen Pendidikan 23, Nomor 1 Maret 2010:34-42.
Wahono,F.2001. Kapitalisme Pendidikan antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta: Insist-Cindelaras-Pustaka Pelajar.
Wijatno, S .2009. Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efisien, Efektif, dan Ekonomis untuk Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Mutu Lulusan, Jakarta: Salemba Empat.
Windham, D.M. 1987. Indicators of Effectiveness and Efficiency. Tallahassee: I.E.E.S.

Filed under: Pendidikan

Leave a comment